Masalah gizi kurang masih menjadi perhatian utama di berbagai Negara, termasuk di Indonesia. Masalah gizi kurang ini terutama terjadi pada kelompok balita. Salah satu masalah tersebut adalah Stunting.
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya. Stunting muncul sebagai risiko malnutrisi jangka panjang diawali dari masa prakonsepsi hingga 1000 HPK.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi di tingkat global.
Stunting bisa Dicegah
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat sering beranggapan bahwa itu adalah takdir dan kebanyakan hanya menerima tanpa ada usaha untuk mencegahnya.
Padahal sebenarnya, bahwa genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dari sini bisa dikatakan bahwa, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Menurut mantan Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu:
- Perbaikan terhadap pola makan,
- Pola asuh, serta
- Perbaikan sanitasi dan akses air bersih.
Pola makan, masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam. Sehingga perlu mengenalkan dan membiasakan dalam kehidupan sehari-hari pada istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang. Istilah ini digambarkan bahwa dalam satu porsi makan, berisi setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat. Karena pada masa pertumbuhan anak-anak, dianjurkan harus memperbanyak sumber protein, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.
Pola asuh, terkait dengan pola asuh, bahwa stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan edukasi kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi janin.
Sanitasi dan Akses Air Bersih, termasuk dalam hal ini adalah akses sanitasi dan air bersih yang rendah, bisa mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi, salah satunya adalah diare. Diare dapat menyebabkan anak tidak mempunyai nafsu makan sehingga terjadi kekurangan jumlah makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuhnya yang dapat menyebabkan gizi kurang. Jadi dari sini terlihat terdapat interaksi antara infeksi dan konsumsi makanan yang kurang merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Untuk itu, perlu upaya untuk meningkatkan akses sanitasi dan air bersih dengan cara membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.
Peran Catin
Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya.
CATIN atau calon pengantin merupakan salah satu sasaran yang turut mendapat perhatian dalam pengentasan masalah stunting, dimana para pasangan catin merupakan pasangan usia subur yang akan mendapatkan keturunan sehingga diharapkan keturunan yang diperoleh sehat jasmani, memiliki kecerdasan yang tinggi dan tidak stunting (pendek). Tidak hanya persiapan menjadi calon ibu saja, namun juga persiapan menjadi calon ayah yang juga berperan dalam 1000 HPK untuk mencegah stunting.
Dalam rangka pencegahan stunting khususnya intervensi sensitif gizi sangat perlu mengubah perilaku catin. Perubahan perilaku diawali dengan peningkatan pengetahuan catin tentang makanan sehat dan bergizi pada seluruh daur kehidupan, dimulai dari sebelum kehamilan. Status gizi masa pranikah atau masa prakonsepsi sering terlupakan.
Alternatif untuk memperhatikan gizi prakonsepsi merupakan suatu strategi untuk mempersiapkan status gizi calon ibu sehingga tercapainya keluarga yang sehat dan keturunan yang berkualitas. Tidak hanya itu, juga perlu adanya perencanaan dan penanganan yang tepat untuk mempersiapkan keturunan yang berkualitas.
Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa status gizi anak dapat disebabkan oleh karakteristik orang tua seperti ukuran antropometri ibu dan ayah, seperti tinggi badan orang tua memungkinkan anak memiliki risiko gagal pertumbuhan serta mengalami underweight. Serta kondisi KEK pada wanita sebelum hamil juga dapat mempengaruhi resiko terjadinya stunting. Selain itu komposisi tubuh ibu dan pola makan mempengaruhi keturunan pertama dan kedua.
Upaya Catin
Salah satu upaya pencegahan stunting adalah mengatur pola makan yang baik, khususnya dalam mempersiapkan kehamilan, gunanya agar menghasilkan keturunan yang berkualitas. Karena merekalah yang akan melahirkan sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Catin juga perlu belajar tentang gizi yang baik dalam mengkonsumsi makanan selama masa kehamilan, menyusui dan masa selanjutnya.
Makanan menjadi salah satu faktor penting yang dapat berkontribusi terhadap kondisi kesuburan seseorang. Contoh asupan nutrisinya yaitu ikan, produk olahan susu, protein hewani dan nabati, buah-buahan, hingga makanan yang kaya akan kandungan zinc.
Baca Juga: AWAS! Bayi Juga Bisa Sakit Jantung
Untuk mencegah stunting, catin wajib memiliki kesehatan lahir dan batin yang baik, memahami informasi yang benar tentang kapan akan memiliki anak. Termasuk jumlah anak dan jarak kelahirannya serta pola asuh yang tepat. Menentukan kapan akan punya anak, jumlah anak dan jarak kelahirannya adalah hak dan tanggung jawab dari setiap catin.
Peran catin wanita juga menjadi faktor, saat hamil esok, perlu disiapkan sikap untuk rutin cek kesehatan sekaligus memeriksa status gizi sebelum dan saat hamil, serta memahami soal pola asuh yang tepat supaya bisa melahirkan generasi bebas stunting.
Sedangkan upaya pencegahan stunting bagi catin pria adalah dengan meningkatkan pengetahuan yang memadai sehingga akan mempengaruhi sikap positif terhadap IMD, durasi menyusui, dan menyusui secara eksklusif. Mereka akan memberikan pertimbangan, dukungan sosial, pengasuhan anak dalam keluarga. Melalui persiapan sejak awal catin membantu mewujudkan generasi anak sehat bebas stunting, ingat entaskan stunting itu PENTING!!!!